Wednesday, April 11, 2007

Indahnya Serpihan Salju Mount Titlis

Jum’at pagi 22 September 2001, embun masih segar menempel di dedaunan saat mobil KMI-01 menjemput saya didepan rumah. Pagi itu saya dan Pak Andrian mendapat tugas dari Manajemen KMI berangkat ke Muenchen Jerman untuk menghadiri sekaligus melakukan presentasi paper di forum Lurgi LP Methanol Licencees Conference 2001. Sebenarnya kami berdua ditugaskan bersama-sama Mr. Hiroshi Sato, namun karena journey kami berbeda dengan beliau, maka kita berangkat lebih dahulu. Rute perjalanan kami adalah Balikpapan-Jakarta-Singapore-Zurich-Munich (Muenchen) PP menggunakan Swiss Air dari Singapore. Sedangkan Mr. Sato menggunakan Lufthansa dengan rute Balikpapan-Jakarta-Singapore-Frankfurt-Berlin-Munchen-Singapore-Jakarta.

Seperti biasa dari Bontang kami menumpang pesawat Pelita Pupuk-Kaltim menuju Balikpapan, dan take off sekitar pukul 07.20 WITA. Sampai di Balikpapan, langsung check-in ke Garuda GA 513 jam 09.00 tujuan Cengkareng Jakarta. Kita menggunakan tiket terusan Balikpapan-Jakarta-Singapore PP yang ekonomis-efisien dan take off dari Cengkareng sekitar pukul 12.00.

Killing Time di Singapore
Perjalanan ke Singapore sangat lancar dan kami tiba di Changi pukul 14.20 waktu setempat. Pesawat Swiss Air SR 816 yang akan kami tumpangi menuju Zurich baru berangkat pukul 23.00 waktu setempat, oleh karena itu kami harus menghabiskan waktu sekitar 7 jam di Singapore. Sewaktu merencanakan journey ini, saya sempat mengontak rekan lama saya –Dadan Sunandar- (teman masa SMP) yang kebetulan sedang berada di Singapore untuk training. Nah kesempatan ini saya gunakan untuk bertemu dengannya. Karena kami membawa dua potong bagasi, yang tidak nyaman kalo dibawa jalan-jalan, maka barang tersebut kami titipkan ke tempat penitipan barang di airport lower ground B-2 dan membayar sekitar 8 S$. Dari lower ground yang juga tempat bus station, kami langsung menumpang bus kota menuju daerah raffles city, dimana tujuan kita adalah Westin Stamford Hotel tempat rekan saya menginap. Pak Andrian karena tidak jadi menemui temannya maka ia turut bersama saya. Alhamdulillah kami bisa menemukan hotel tersebut walaupun dengan sedikit berjalan kaki. Dari kamar di lantai 34 Westin Stamford, saya melepas kangen dengan sohib saya semasa SMP yang baru bertemu kembali saat ini. Sekaligus kita manfaatkan momen tersebut untuk mengambil foto-foto dengan background yang indah – kota Singapura- . Satu hal yang aneh adalah dari kamar tersebut kita bisa onlinekan HP (walaupun nggak bayar jaminan) tapi hanya dari salah satu sisi kamar saja, di bagian lain tidak bisa. Nah saya bisa nelpon istri, kirim sms ke pak Win dan saudara saya. Pak Andrian bahkan sempat nelpon ke Solo dan ke mbak Digna & Nilda. Kemungkinan hal ini disebabkan karena adanya bocoran signal dari Batam yang tidak terlalu jauh dari Singapore.
Setelah shalat qasar dzuhur dan ashar, kami berempat (saya, pak Andrian, sohib saya – Dadan- dan Istrinya) jalan-jalan ke Orchard dengan menumpang MRT dari City Hall persis di samping bawah lobby Westin Stamford. Karena sudah lama nggak naik MRT, kami lupa gimana caranya beli karcis dan nukar duit recehan. Untung ABG di sini baik-baik dan dengan ramah menunjukkan caranya menukar uang dan beli tiket MRT. Dari City Hall sekitar 10 menit kita sampai di Orchard station dan langsung dilanjutkan jalan-jalan sambil bercerita sana-sini. Didepan Takashimaya – Ngee Ann City kita sempat ambil foto dipinggir air mancur. Suasananya jalannya enak sekali karena banyak pohon rindang dan situasinya agak rame, mungkin karena menjelang weekend. Setelah putar-puter kesana-kemari, akhirnya lapar datang dan kita putuskan makan di warung yang sudah mendunia Mc.Donalds. Harganya nggak jauh beda dengan di Indonesia, saya beli paket Big Mac plus French fries dan soft drink Cuma S$ 7 (sekitar Rp. 44 ribu), sembari dilanjutkan ngobrol. Tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul 19.00 dan kita putuskan kembali ke Westin Stamford karena saya dan Pak Andrian mau numpang shalat lagi sebelum kembali ke Changi. Kembali lagi MRT jadi pilihan karena murah, cepat dan nyaman –langsung nyampe lobi Westin. Setelah rehat sejenak dan sholat maghrib-Isya, akhirnya kami pamit kepada Dadan –sohib akrab saya- dan istrinya untuk meneruskan perjalanan ke Swiss.

Sekitar Pukul 20.45 kami tiba kembali di Changi dengan menggunakan taxi dan membayar S$ 12.5, langsung mencari counter Swiss Air untuk check-in. Alhamdulillah prosesnya cepat dan kita langsung menuju ruang tunggu sekitar pukul 21.10. Boarding time pukul 22.20 melalui ramp-way, kita langsung masuk ke pesawat long-haulnya Swiss Air MD-11 yang berkapasitas sekitar 250 seats. Pesawat ini merupakan versi ER (extended range) nya DC-10 yang bermesin 3 buah (2 di sayap dan 1 di ekor). Sebagai info, Swiss Air tidak mempunyai seri Boeing 747 untuk melayani long-haul routenya. Mereka hanya mempunyai Mc-Donnel Douglas MD-11 dan Airbus A330-ER untuk long-haul. Sedangkan untuk short-haul mereka gunakan hampir semua keluarga Airbus (sampai ke A319) dan beberapa RJ Avro-100 / 80.

Zúrich, Pusat Bisnis di Swiss
Jam 23.00 pesawat belum ada tanda-tanda berangkat, dan Pilot in Command mengumumkan bahwa pesawat mengalami delay sekitar 40 menit karena busy traffic disekitar Changi. Akhirnya pada pukul 23.30 pesawat mulai bergerak dan perlahan-lahan berjalan menuju runway untuk take off sekitar pukul 23.45. Dari udara perlahan-lahan kami tinggalkan kerlip-kerlip cahaya Singapore city yang indah menuju salah satu pusat bisnis eropa : Zúrich.

Di dalam pesawat kami kebagian seat baris kedua dari belakang, sehingga dekat sekali dengan toilet dan pantry (suatu tempat yg cukup strategis apalagi bagi yg sering ke toilet). Tidak ada yang spesial kami lakukan di dalam pesawat selama kurang lebih 14 jam kecuali membaca, makan-minum, tidur, nonton TV, dengerin musik, dan ke toilet. Pada paruh akhir penerbangan saya sempat jalan-jalan di aisle untuk meregangkan kaki yang nekuk terus-menerus (ini untuk menghindari “economy class syndrome” yang bisa mengakibatkan penggumpalan darah di kaki dan bahkan mengakibatkan kematian) . Menu makanan sudah mulai ala eropa, sajian dilengkapi juga dengan wine dan bir. Sebelum makan, jika ada komponen daging, saya biasanya Tanya kepada pramugari apakah ini beef or ham / pork. Alhamdulillah tidak ada yang ham jadi masih bisa makan dengan tenang.

Sekitar pukul 07.10 kami landing di Unique Zurich International Airport, suatu bandara modern yang terbesar di Swiss. Bandara ini merupakan airport tersibuk nomor 4 di Eropa setelah Frankfurt, London, & Amsterdam. Setelah imigrasi dan klaim bagasi, kami langsung cari informasi transport menuju hotel. Sewaktu perencanaan journey, saya sudah surfing di internet bagaimana menjangkau hotel Ibis Zurich Adliswil yang dipesankan oleh Devika travel, yaitu menggunakan Geissberger Shuttle bus dg membayar SFr 25 utk 1 orang atau SFr 30 untuk 2 orang. Nah pertama kali kami lihat peta Zurich City dan coba mengetahui dimana lokasi hotel, setelah ketemu langsung tuker sebagian duit utk bayar2, dan mencari Geissberger bus. Keluar dari pintu Airport, hawa sejuk langsung menyergap (suhu sekitar 14 oC), dan disertai keluarnya uap dari mulut kalo kita bernafas (persis seperti nafas pemain bola yang sedang bertanding dimusim dingin). Saat ini di Eropa sedang musim gugur (autumn) dan hawa sejuk (10-16 oC). Tapi dasar orang tropis, maka 15 menit nunggu diluar kedinginan juga. Apalagi kami nggak bawa kaos tangan, jadi terasa sekali dinginnya. Ada beberapa bus parkir, tapi kami nggak nemuin yang namanya Geissberger. Tanya sana-sini nggak ada juga. Akhirnya jalan sedikit ke hilir, dan Tanya seorg supir..eh ternyata dia supirnya Geissberger bus. Ok deh langsung naik dan bayar SFr 30. Ada satu penumpang lagi yang ikut serta, sebelum bus melaju. Shuttle bus di Swiss merupakan bus kecil (kapasitas 9 orang) yang tugasnya mengantar penumpang dari airport ke hotel-hotel.

Keluar dari airport, kami disuguhi pemandangan kota Zurich yang indah. Kotanya tidak seberapa besar, dan bandara juga nggak terlalu jauh dari city center hanya sekitar 7 km. Di satu sisi kota berbatasan dengan bukit-
bukit yang dipenuhi pohon hijau. Sebagian kotanya memiliki kontur yang tinggi, berbukit…ya seperti Bandung. Di tengah kota ada stasiun kereta yang besar dan bagus+ bersih dan merupakan pusat kegiatan ekonomi kota. Di jalan-jalan raya, di tengahnya terdapat rel trem yang lamat-lamat hilir mudik mengantar penumpang. Bangunannya juga ada beberapa yang tua usianya mungkin dari zaman renaissance atau baroque. Ternyata hotel Ibis Zurich Adliswil letaknya agak diluar kota, tepatnya di distrik Adliswil sekitar 9 km dari kota Zurich. Wah repot juga kalo jalan-jalan nih pikir kami. Sesampainya di Hotel sekitar pukul 08.40 dan kami langsung check-in menggunakan voucher yang kami beli di Jakarta (US$ 100 untuk 2 org termasuk breakfast). Recepsionist mengatakan kamar akan siap pada jam 09.00 dan kami dipersilakan menunggu. Hotelnya aneh karena nggak ada lobby roomnya jadi kami nggak bisa duduk-duduk dengan leluasa. Ada tempat duduk, tapi digunakan untuk kafetaria / restoran, sehingga kami memutuskan duduk sambil sarapan roti dan minum teh. Sewaktu sarapan saya iseng-iseng ngambil brosur pariwisata dan Zurich small map. Ada beberapa paket tour ditawarkan dalam brosur, dan saya coba cari paket tour ke Jungfraujoch (sesuai rencana saya –jika waktu memungkinkan-) ternyata paket ini mensyaratkan nginap semalam di Interlaken, agar bisa ke jungfraujoch pagi hari. Nah daripada pusing dan nggak jalan-jalan kebetulan ada paket day tour ke Mount Titlis yang terkenal itu, dijemput jam 10.15. Akhirnya saya dan Pak Andrian sepakat ikut tour tersebut walaupun harus merogoh kocek SFr 125 (kira-kira Rp. 790 ribu) per orang. Dibrosur tour tersebut meliputi perjalanan ke Luzern, Engelberg dan naik cable car & rotair ke Mount Titlis (3200 m dpl).
Setelah masuk kamar, beres-beres, mandi + shalat (subuh atau dhuha ?…he…he..), kami langsung ke lobby nunggu jemputan. Nah di lobby ternyata ada internet gratis lho ! sambil nunggu saya dan pak Andrian nginternet tapi sambil berdiri (sengaja tidak disediakan kursi) biar nggak lama-lama kali ya. Saya sempat kirim e-mail ke Yossi di Jerman yang mengharapkan nanti dapat bertemu dengan kami. Tepat pukul 10.15 jemputan bis tour datang dan langsung kami naik. Di dalam bis kira-kira 80 % penuh dan tour guide langsung menjelaskan rencana perjalanan dan tips dalam tour.

Tour guidenya seorang mahasiswa swiss asal italy bernama Marinela. Hampir selama perjalanan dia ngoceh cerita tentang apa saja yang kita lewati, sampai tiba di Luzern (Lucerne) ada beberapa orang yang turun untuk mengikuti city tour luzern (dengan guide sendiri) dan Marinela berpesan jika mereka akan ditunggu pada jam 06.00 PM di halte bis dekat jembatan. Setelah itu dia berkisah tentang
keindahan Luzern, danau dan castlenya sambil bis merayap naik menuju ke Engelberg yang merupakan base station cable car ke Mount Titlis. Engelberg sepertinya berada di sebuah plateau (seperti kota Bandung) dengan ketinggian sekitar 1500 m di atas permukaan laut. Dari kota kecil inilah kita bisa mulai naik cable car ke atas gunung Titlis dengan melewati beberapa stasiun kecil. Dari stasiun kedua (setelah Engelberg) ada fasilitas bike riding yaitu meluncur ke Engelberg menggunakan sepeda. Sesampainya di stasiun ke empat (lupa namanya) kita berpindah dari small cable car (isi max 6 orang) ke huge cable car yang bisa berputar dan dinamakan Titlis Rotair (gambarnya bisa lihat di lampiran tiket Rotair). Cable car ini bentuknya silinder, berkapasitas besar (mungkin bisa 50 orang) dan bisa berputar untuk melihat pemandangan sekelilingnya. Kereta gantung ini yang menanjak ke stasiun teratas yaitu Mount Titlis di ketinggian 10,000 feet (sekitar 3020 m).

Sesampainya di stasiun Titlis, Marinela memberikan petunjuk untuk mengexplorasi fasilitas tour di sana seperti padang es dan ski sekalian memberikan tenggat waktu agar dapat berkumpul kembali di stasiun. Saya dan pak Andrian langsung menghambur ke padang es yang memang benar2 es semua –yang baru pertama kali ini kami bisa tidur2an di padang es- tapi karena suhunya sangat dingin sekitar –5 oC, maka kami tidak bisa berlama2 di sana. Setelah menikmati indahnya serpihan salju dan tidur2an di padang salju serta tidak lupa mengabadikan beberapa pose disana kami dengan segera kembali ke dalam ruangan yang hangat. Kami melihat beberapa turis telah selesai bermain ski dengan mantel es dan peralatan ski nya. Bahkan kami sempat berfoto dengan salah satu dari mereka. Di ruangan ini kami juga bertemu dengan rombongan turis dari Indonesia yang baru datang dari London. Diantara mereka ada yang ketinggalan bagasi di Heathrow sehingga harus beli beberapa pakaian. Setelah selesai berexplorasi di hamparan salju kami sangat kedinginan dan tentu saja perut ini keroncongan karena energi habis terkuras dingin. Saat turun tangga saya sempat melihat counter foto dan saya akhirnya memutuskan untuk berfoto di situ dengan background Titlis menggunakan baju tradisional pegunungan Swiss. Untuk mengganjal perut, kami akhirnya mengikuti arus teman2 satu group untuk mampir di restoran yang ada di Puncak Gunung Titlis itu (saya lupa namanya). Menunya tentu saja menu eropa dan tidak ada Nasi !! Karena sangat lapar akhirnya kami pesan kentang dan sosis sapi (ditanya terlebih dahulu kepada pelayannya tentang jenis sosisnya, karena biasanya sosis yang laris itu pork !!). Lumayan juga bisa ngganjel perut dengan sosis dan kentang plus teh hangat. Setelah selesai kami langsung turun ke stasiun dan kembali ke Engelberg dengan cable car.

Sekembalinya di Zurich kami kaget karena ternyata Bis berhenti di tengah kota dan saat itu sudah sore hari. Pemberhentian persis di depan stasiun kereta api kota. Akhirnya kita memutuskan jalan-jalan ke stasiun sambil mencari informasi kereta atau taxi yang menuju ke Adliswil (lokasi hotel Ibis tempat kami menginap). Di stasiun kami bingung dan bertanya ke orang dimana ada taxi yang bisa mengantar kami ke hotel, sekalian saya ambil kesempatan untuk tuker duit dan tentu saja berfoto-foto ria. Akhirnya kami mendapatkan juga taxi (yang agak tua mobilnya) ke hotel Ibis.

Besok harinya tanggal 24 September 2001(hari ulang tahun saya), setelah sarapan pagi (tentu tidak ketinggalan croissant dan teh hangat) kami sekitar jam 9 berangkat menuju Zurich airport karena ETD flight kami ke Muenchen adalah jam 11.55. Di airport setelah check in saya sempat membeli obat mata karena mata saya yang kiri agak iritasi dan seperti biasa setelah check-in dan di ruang tunggu sebelum masuk ke pesawat paspor dan visa dicheck dengan teliti oleh petugas imigrasi bandara, karena kami telah melengkapi diri dengan surat undangan dari Lurgi, maka kami tidak mendapati masalah yang berarti.

Conference Venue, Seehotel Leoni, Berg
Setibanya di bandara Franz Joseph Strauss Muenchen sekitar jam 13.40, kami dijemput oleh driver dari Lurgi. Kami satu mobil dengan kolega Lurgi dari Amerika seorang Doktor (tapi saya lupa namanya). Mobil langsung berangkat (kami tidak bareng dg pak Hiroshi Sato karena beliau datang lebih lambat sekitar jam 14.30 dan dijemput belakangan. Mobil tersebut langsung membawa kami ke tempat conference di Berg sekitar 30 km dari Muenchen.

See Hotel Leoni adalah nama hotel tempat kami menginap sekaligus tempat konferensi berlangsung, terletak di pinggir danau Starnberg. Kamar yang kami tempati juga posisinya “Lake view” dan mempunyai teras yang dilengkapi dengan tandon hujan yang bisa dilipat. Dari teras / balkon kamar, kami dapat melihat pemandangan sekeliling danau yang tenang. Tapi kami tidak bisa berlama-lama karena cuaca cukup dingin menusuk apalagi jika keluar tanpa mengenakan jas / jaket. Kamar hotel standard yang kami tempati sederhana dan ukurannya sedang. Tetapi dilengkapi dengan minibar dan tentu saja pemanas (dengan pemanas air panas yang mengalir lewat pipa). Pak Hiroshi Sato menempati kamar diujung yang lebih luas (mungkin deluxe atau superior). Disini sangat susah mencari air putih (seperti aqua), yang ada air putih tapi “carbonated” dan disimpan dalam botol kaca. Karena tidak ada pilihan ya terpaksa saya minum air tersebut.

Lokasi hotel ini juga cukup terpencil di pedesaan sehingga jauh dari pasar, took-toko dan keramaian (yang sebetulnya sangat kami cari-cari….duh kesiaan deh kita), sehingga makan harus selalu ikut di restoran hotel dan tidak bisa keluar-keluar untuk jalan-jalan. Kami mengikuti rangkaian acara yang ada dan setiap malam ada hang-out nya (acara keluar). Setelah malam pertama dinner resmi di restoran hotel, malam kedua makan di restoran country Klostergasthof Andechs yang aneh-aneh makanannya. Lalu malam ketiga kita diajak ke Oktoberfest di pusat kota Muenchen. Oktoberfest ini adalah festival tradisional tahunan yang diselenggarakan di bulan September-Oktober (seperti sekatenan di Yogya, atau pasar malam lah). Orang jerman punya kebiasaan bersenang-senang, pesta minum bir pada malam perayaan oktoberfest ini. Bir yang diminum bisa bergelas-gelas dan seringkali juga sampai mabuk.

Kami sudah dibookingkan tempat makan di atas balkon oleh Sud Chemie -sponsor conference ini-. Dari balkon ini kita bisa melihat aktivitas orang-orang yang rendezvous di bawah. Saya dan pak Andrian pesen ayam kalkun dan minumnya coca-cola, karena daftar menunya bahasa jerman yg kita gak ngerti. Tetapi untungnya ada gambarnya sehingga bisa milih ayam kalkun goreng. Pak Hiroshi Sato minum bergelas-gelas bir sehingga dia agak mabuk saat terakhir kita mau pulang........(to be continued)